INILAH Kronologis Awal Mula Usul Investasi Miras di Empat Provinsi

- 3 Maret 2021, 05:30 WIB
Tangkapan layar - Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers virtual soal Peraturan Presiden No 10 Th 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Selasa 2 Maret 2021).
Tangkapan layar - Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers virtual soal Peraturan Presiden No 10 Th 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Selasa 2 Maret 2021). /ANTARA/Youtube BKPM TV/

DESKJABAR – Perpres investasi minuman keras (Miras) di empat provinsi menuai kecaman dari berbagai kalangan di Tanah Air. Beruntung Presiden Jokowi cepat tanggap dengan segera mencabut Perpres yang baru saja dikeluarkannya tersebut.

Bagaimana kronologis munculnya ide itu?. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan awal mula usul untuk membuka investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol sebelum kemudian lampiran peraturan tersebut dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu dicabut.

Bahlil dalam konferensi pers daring, Selasa 2 Maret 2021, menjelaskan salah satu pertimbangan investasi miras dibuka di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.

"Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (izin investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal. Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," katanya.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Cabut Perpres Insvestasi Industri Miras di Indonesia

Baca Juga: Pengamat : Perpres Minuman Alkohol Legalkan Budaya Lokal di Tiga Provinsi

Baca Juga: PBNU Apresiasi Pencabutan Perpres Investasi Miras, Jokowi Telah Mendengarkan Suara Rakyat

Bahlil menjelaskan, salah satu contohnya yakni Sopi, minuman beralkohol khas NTT. Menurut dia, minuman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk kategori terlarang.

"Tetapi itu (Sopi) kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan (dibuka izin investasinya)," katanya.

Contoh lainnya, lanjut Bahlil, yaitu arak lokal Bali yang berkualitas ekspor. "Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang, maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat," imbuhnya.

Di sisi lain, meski mendorong agar kearifan lokal tersebut bisa berkembang dan menjadi penggerak ekonomi setempat, Bahlil pun tidak menutup mata pada polemik yang terjadi atas usulan tersebut.

Ia mengatakan, bahkan di Papua yang jadi lokasi untuk investasi miras, usulan tersebut pun ditolak masyarakat setempat. Pasalnya, investasi miras bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Miras nomor 15 Tahun 2013, tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Berbekal aspirasi-aspirasi tersebut, Bahlil pun kemudian menyampaikannya kepada Presiden Jokowi hingga kemudian diputuskan bahwa poin soal investasi miras dalam Perpres 10/2021 dicabut.

"Aspirasi-aspirasi itu kami sampaikan juga kepada Bapak Presiden lewat Pak Mensesneg sehingga kemudian pikiran ini, aspirasi ini, sangat dihargai dan didengar dan dihormati. Dan kemudian Bapak Presiden memutuskan untuk itu (pembukaan investasi miras) tidak dilakukan," pungkas Bahlil.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x