PEMERINTAH RI Buka Kran Ekspor Pasir Laut, Mantan Menteri Kelautan Ingatkan Ancaman Besar yang Menunggunya

- 30 Mei 2023, 09:10 WIB
Ilustrasi penambangan pasir laut. Mantan Menteri Kelautan Susi Pudhiastuti ingatkan ancaman besar menunggu dengan kebijakan Pemerintah RI membuka kran ekspor pasir laut.
Ilustrasi penambangan pasir laut. Mantan Menteri Kelautan Susi Pudhiastuti ingatkan ancaman besar menunggu dengan kebijakan Pemerintah RI membuka kran ekspor pasir laut. /Twitter Enviro/

DESKJABAR – Mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti mengingatkan ancaman bahaya besar menunggu, dengan kebijakan Pemerintah RI yang secara resmi membuka kran ekspor pasir laut. Bahkan Susi menayangkan artikel bahaya yang akan dialami Indonesia.

Kebijakan kontra produktif dalam upaya menjaga lingkungan baru saja dibuat Pemerintah RI dimana mereka secara resmi membuka kran ekspor pasit laut yang sudah dilarang sejak Pemerintahan Megawati.

Baca Juga: Kalkulasi Jika Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Berpasangan di Pilgub Jabar 2024: ADA YANG LEBIH KUAT?

Susi Pudjiastuti yang selalu fokus dalam masalah kemaritiman, berharap agar Pemerintah RI membatalkan kebijakan ekspor pasir laut.

Kebijakan ini akan semakin mengancam keberadaan 80 pulau kecil berdaratan rendah yang ada di Kepulauan Indonesia yang berdekatan dengan Singapura. Negara ini dikenal sangat massif memperluas daratan mereka dengan cara mengimpor pasir laut dari negara-negara sekitar.

Sayangnnya, menurut sumber di Malaysia, kebanyakan pasir laut yang masuk ke Singapura dilakukan melalui jalur illegal.

Setelah Dilarang 20 Tahun, Kini Dibuka Lagi

Kebijakan membuka kran ekspor pasir laut, setelah Presiden Jokowi menerbitkan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sendimentasi di Laut, yang diumumkan pada 15 Mei 2023.

Pemerintah mengatakan bahwa PP tersebut sebagai upaya terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut. Salah satu yang diatur adalah memperbolehkan pasir laut diekspor keluar negeri.

Kebijakan tersebut diatur dalam dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.

Baca Juga: MAU Tahu Harga dan Kemampuan Terbaru Senjata SCAR Titan FF? Pantas Saja Jadi Favorit di Game Free Fire

"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d.

Padahal, sebelumnya di era Presiden Megawati, ekspor pasir laut sudah dilarang. Ekspor pasir laut telah dilarang sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Kepmenperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003.

Pelarangan dikeluarkan karena ekspor pasir laut dinilai telah mengakibatkan pada kerusakan lingkungan ekosistem kelautan di Indonesia.

Dalam poin ‘a’ disebutkan bahwa dalam rangka mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut, serta belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dengan Singapura, maka dianggap perlu menghentikan sementara ekspor pasir laut guna penataan kembali pengusahaan dan ekspor pasir laut.

Susi Ingatkan Bahaya Besar Mengancam

Merespon adanya kebijakan pemerintah yang mengejutkan tersebut, Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti pun mengeluaskan respin melalui akun Twitternya. Susi berharap kebijakan itu segera dibatalkan.

“Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan  jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut,” tulisnya di akun @SusiPudjiastuti.

Dalam postingannya tersebut, wanita yang masih aktif dalam hal masalah kelautan, memposting sebuah artikel yang dimuat di The Guardian, tentang bahaya besar sebagai dampak perdagangan pasir laut. Artikel itu dimuat pada 1 Juli 2018.

Baca Juga: Petani Perkebunan di Jawa Barat Berharap Perhatian Alokasi Pupuk Bersubsidi

Artikel lama itu memuat bagaimana perdagangan internasional komoditas pasir laut meningkat tajam sejalan dengan masifnya pembangunan konstruksi secara global, termasuk di negara-negara  maju.

Cina dan India dinilai sebagai dua negara yang paling banyak mengonsumsi perdagangan pasir laut sejalan dengan masifnya pembangunan infrastruktur di kedua negara ini.

Di Asia Tenggara, sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah populsi, negara kecil Singapura secara massif melakukan perluasan daratan hingga bertambah seluas 20 persen wilayah daratannya.

Dalam artikel tersebut dipapatkan bahwa pengimpor pasir terbesar di dunia, Singapura telah membuat peningkatan 20% di wilayah daratannya dengan menggunakan pasir yang bersumber dari Indonesia, Malaysia, Kamboja dan Thailand, sebagian besar secara ilegal.

Pada tahun 2008, mereka mengklaim hanya mengimpor 3 juta ton pasir dari Malaysia, tetapi angka sebenarnya, menurut pemerintah Malaysia, adalah 133 juta ton, hampir semuanya diselundupkan.

Seiring pertumbuhan Singapura, tetangganya yang luas, Indonesia menyusut. Ekstraksi pasir ilegal mengancam keberadaan sekitar 80 pulau kecil dataran rendah Indonesia yang berbatasan dengan Singapura, yang merusak ekologi laut.

Netizen pun memberikan penilaian yang menohok pemerintah atas kebijakan tersebut.

“Hutan dibabat, gunung dikeruk, pasir laut dikeruk, yg kaya kelompok tertentu saja, masyarakat terkena limbahnya, banjirnya, robnya, panasnya, gersangnya, kalo bencana juga bantuan alakadarnya kalo sakit tetep aja ngurus bpjs..ia kalo lancar..kadang bermasalah,” tulis @iyuskapuk.

“Negara kita selalu mencari uang dengan menjual sumber daya alam. Karena kita gk pernah serius mengembangkan teknologi, dan menciptakan SDM yg mampu menggerakan industri di bidang teknologi. Kita itu negara buruh,” tulis @LisaKnows3.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x