Sembilan Lompatan Besar Kemnaker", Kado Istimewa Ida Fauziyah dalam Lima Tahun

2 April 2024, 15:15 WIB
Kemnaker Ida Fauziyah /

 

DESKJABAR - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mempunyai tugas yang tidak ringan, antara lain harus bisa mengatur dan menciptakan berbagai kebijakan yang kondusif. Sungguh tidak mudah menciptakan angkatan kerja bisa terserap secara optimal. Pemerintah pun harus bisa mengatur upah yang berkeadilan bagi para pekerja. Kemudian, menekan angka pekerja anak, mengatur penempatan tenaga kerja, meningkatkan kemampuan pekerja, dll.

Beruntung Kemnaker telah mempunyai panduan guna menghadapi berbagai permasalahan ketenagakerjaan berupa "Sembilan Lompatan Besar Kemnaker". Hampir lima tahun, konsep "Sembilan Lompatan Besar Kemnaker" ini telah diimplementasikan dan sedikit banyak telah membuahkan hasil.

Menurut pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar, "Sembilan Lompatan Besar Kemnaker" adalah hal baik yang memang harus dilakukan agar tujuan pembangunan ketenagakerjaan kita lebih berkualitas dan mampu menghadapi tantangan ketenagakerjaan ke depan.

Baca Juga: Kejati Jabar Siapkan Hadapi Praperadilan yang Diajukan Yusril Ihza Mahendra ke PN Bandung

"Mengingat baiknya "Sembilan lompatan besar" tersebut maka harus digunakan secara berkelanjutan dan harus bisa ditingkatkan oleh Menteri Ketenagakerjaan yang baru nantinya," kata Timboel menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, belum lama ini.

Kesembilan lompatan besar tersebut yakni 1. Reformasi birokrasi, 2. Ekosistem digital siap kerja, 3. Transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), 4. Link and match ketenagakerjaan, 5. Transformasi kewirausahaan, 6. Pengembangan talenta muda, 7. Perluasan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), 8. Visi baru hubungan industrial, dan 9. Reformasi pengawasan.

Timboel menilai ada hal baik yang sudah dilakukan Kemnaker untuk mendukung "Sembilan lompatan" tersebut. "Namun ada juga yang memang belum dilaksanakan dengan baik," katanya.

Pertama, tentang Reformasi birokrasi. Pada tahun 2022, nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) berada di angka 76.10 dengan predikat BB. Nilai ini mengalam peningkatan secara berkala dari tahun-tahun sebelumnya. Namun sangat penting untuk meningkatkan nilai SAKIP ke Predikat A.

Reformasi birokrasi itu meliputi manajemen perubahan; penataan hukum dan perundangan; penguatan organisasi; penguatan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM ASN; penguatan akuntabilitas; penguatan pengawasan; dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Penguatan organisasi, tentunya pengisian jabatan eselon 1 dan 2 di Kementerian Ketenagakerjaan kerap kali tidak bisa langsung diisi oleh staf-staf yang sudah lulus untuk jabatan tersebut. Ada jabatan eselon 1 dan 2 yang kosong tidak langsung diganti oleh pejabat yang sudah lulus, namun kerap dijabat dulu sebagai Pjs oleh pejabat definitif di eselon 1 dan 2 lainnya. "Jabatan yang dirangkat ini menimbulkan persoalan kinerja dan pertanyaan Masyarakat," ujar Timboel.

Demikian juga dengan penguatan pengawasan. Masyarakat pekerja yang melaporkan pelanggaran normatif ketenagakerjaan kepada pengawas ketenagakerjaan kerap kali tidak ditindaklanjuti dengan kepastian waktu oleh pengawas ketenagakerjaan. Kerap kali diperlama dan dilempar ke propinsi dan mediator. Atas lambatnya kinerja pengawas ini, Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan tidak responsif dan terkesan tidak adanya pengawasan dan teguran kepada pengawas ketenagakerjaan yang menerima pengaduan.

Demikian juga lambatnya proses pembuatan anjuran di mediator Kementerian Ketenagakerjaan yang relatif lama pun menjadi masalah pelayanan publik di kemnaker. Lemahnya pengawasan kepada kinerja staf di Kemenaker mempengaruhi kinerja pelayanan public mereka.

Kemudian tentang Ekosistem Digital Siap Kerja. Kemnaker telah memiliki dua pilar utama ekosistem digital ketenagakerjaan berupa Satu Data Ketenagakerjaan dan Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan atau SIAPkerja.
Satu Data Ketenagakerjaan seharusnya diolah dari data yang berasal dari Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan yang dilegitimasi oleh UU No. 7 Tahun 1981.

Namun, Satu Data Ketenagakerjaan ini belum mampu menjawab kebutuhan data untuk mendukung peningkatan kinerja Kemnaker. Sebagai contoh, pada saat pemerintah menggulirkan Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) maka data yang diambil justru dari data BPJS Ketenagakerjaan. Demikian juga dengan data kepesertaan di 6 program jaminan sosial (baik Kesehatan dan Ketenagakerjaan) seharusnya bisa diperoleh dari data yang disediakan oleh Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.

Demikian juga dengan persoalan data jaminan sosial yang masih belum seluruh pekerja formal didaftarkan di 6 program jaminan sosial sehingga masih terus terjadi PDS (Perusahaan Daftar Sebagian) Pekerja, Upah, dan Program.

"Seharusnya dengan data yang dimiliki Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan maka kepesertaan jaminan sosial untuk pekerja formal bisa lebih maksimal, dengan kepastian upah yang dibayarkan sehingga seluruh pekerja sudah didaftarkan di seluruh program jaminan sosial," kata Timboel.

Baca Juga: Kredit UMKM Ultra Mikro Bank BJB, yang Mau Memulai Usaha Bisa Pinjam Rp 1,5 Juta Tanpa Bunga

Tentang Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan atau SIAPkerja, bisa dimaksimalkan. Sehingga seluruh pembukaan lapangan kerja yang disediakan perusahaan swasta, BUMN/D dan Pemerintah Pusat dan Daerah bisa diakses oleh seluruh pencari kerja di Aplikasi SIAPkerja.

Demikian juga, pemerintah dapat mempertemukan SDM yang ada dengan kebutuhan industri sehingga dunia usaha dan dunia industri (DUDI) mampu merekrut dengan kepastian kualitas SDM yang ada.

Timboel juga mengatakan, transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), tentunya menyangkut penyediaan SDM Angkatan kerja yang berkualitas, akan mendukung peningkatan investasi di Indonesia. Disebutkan, pendidikan formal Angkatan kerja saat ini didominasi oleh lulusan SMP dan SD (56 persen), dan oleh karenanya pelatihan vokasional harus menjadi fokus pemerintah untuk meningkatkan skill Angkatan kerja kita.

"BLK harus bisa menjadi wadah peningkatan kualitas skill SDM dan oleh karenanya BLK harus diarahkan untuk mendukung kebutuhan DUDI. Kualitas dan kuantitas alat dan sistem Latihan kerja harus ditingkatkan. Selama ini program Kartu Prakerja, dan manfaat pelatihan di Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) lebih banyak difasilitasi oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta. Padahal mengacu pada data Kemnaker, saat ini ada 23 Mitra Kartu Prakerja, 305 Lembaga Pelatihan Pemerintah, 2,237 Lembaga Pelatihan Swasta, dan 3,260 BLK Komunitas," ujarnya.

Transformasi BLK adalah upaya mendorong 6R di BLK milik pemerintah Pusat dan Daerah yaitu reformasi kelembagaan; redesain substansi pelatihan: revolusi SDM; revitalisasi fasilitas dan sarana prasarana; rebranding BLK; dan relationship. Selain itu bagaimana menyediakan Minimal satu BLK UPTP di setiap provinsi.

Tentunya upaya 6 R dan penyediaan minimal 1 BLK UPTP harus didukung oleh dukungan anggaran dari APBN dan APBD. Menteri Ketenagakerjaan harus mampu meningkatkan anggran untuk transformasi BLK ini minimal Rp. 10 triliun tiap tahunnya.

Tentang Link and Match Ketenagakerjaan adalah upaya membangun integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja dalam sebuah bisnis proses utuh dan efektif untuk mempertemukan pencari kerja dengan permintaan pasar kerja secara lebih menyeluruh.

"Ini sangat baik untuk memastikan Angkatan kerja memiliki skill dan sertifikasi yang menunjukkan kompetensi SDM. Namun Link and Match Ketenagakerjaan ini masih dipersepsikan berbiaya mahal sehingga angkatan kerja kita sulit mengaksesnya," katanya.

Untuk itu Menteri Ketenagakerjaan mendukung pembiayaan pelatihan dan sertifikasi serta proses mempertemukan pencari kerja dan perusahaan yang membutuhkannya.

Kemudian, transformasi kewirausahaan. Kemenaker resmi meluncurkan transformasi perluasan kesempatan kerja. Program tersebut dimaksudkan sebagai langkah untuk mengembangkan kewirausahaan efektif dalam rangka memperluas kesempatan kerja yang terukur dan berkelanjutan.

Terdapat empat agenda utama dalam program tersebut, yakni penyusunan desain baru untuk menciptakan tenaga kerja mandiri; penguatan kelembagaan pelaksana program kewirausahaan; pengembangan sistem pengelolaan program kewirausahaan; dan pengembangan jaringan kemitraan kewirausahaan.

Tentunya keempat agenda ini penting sekali untuk mendukung penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang di Agustus 2023 masih sebesar 5,32 persen. Tentunya untuk keempat agenda ini penting ditingkatkan akses pelatihan, dukungan pasar (kemitraan dengan Perusahaan besar), akses modal dan teknologi,
Namun seharusnya Kemnaker pun memasukkan agenda perlindungan bagi para wirausahawan atau calon wirausahawan tersebut dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan minimal program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).

Tentang pengembangan talenta muda, Kemnaker meluncurkan program Simpul Talenta – Talent Hub sebagai bagian dari upaya mengembangkan potensi talenta-talenta generasi muda yang bergerak di bidang kreatif dan digital.

Tentunya seperti point ini Kemnaker pun seharusnya memasukan perlindungan bagi pekerja muda yang bergerak di bidang kreatif dan digital. Selama ini Kemnaker belum serius melindungi pekerja di luar hubungan kerja seperti wirausahawan dan pekerja muda yang bekerja berbasih teknologi.

Baca Juga: Mau Belanja Murah & Lengkap untuk Lebaran? ke HariHari Swalayan Dramaga Bogor, Ada Promo PAS Beli 2 Gratis 1

Perluasan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga menjadi hal penting ditingkatkan. Tentunya perluasan ini akan mendukung penurunan Tngkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia. Namun perlindungan bagi PMI belum juga bisa dilakukan secara sistemik sehingga bisa menurunkan tingkat pelanggaran hak-hak PMI.

Proses rekrutmen dan pengiriman serta pemulangan masih memiliki celah yang membuat PMI menjadi korban. Seharusnya dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, maka PMI terlindungi. Demikian juga masih banyak PMI yang belum terlindungi di Jamsos Ketenagakerjaan khususnya program JKK dan JKm.

Bagi PMI yang diperpanjang di negara penempatan, seharusnya Kemnaker bisa membuat sistem yang memudahkan PMI memperpanjang kepesertaannya di BPJS Ketenagakerjaan, dengan kemudahan mendaftar dan membayar iuran.

Tentang visi baru hubungan industrial, tentunya masalah perselisihan hubungan industrial masih banyak terjadi. Para pemangku kepentingan masih belum serius memahami delapan sarana hubungan industrial sehingga perselisihan hubungan industrial masih terus terjadi dan angkanya menunjukkan peningkatan.

Kemnaker dan disnaker kerap kali gagal memberikan kepastian bagi para pelaku hubungan industrial, seperti contoh peran pengawas ketenagakerjaan yang lemah membuat pihak pekerja mengalami masalah dalam melaksanakan hubungan industrial.
Visi baru hubungan industrial belum tersosialisasi dan terformat dengan baik yang bisa menjadi harapan perbaikan hubungan industrial yang lebih baik.

Kesembilan, reformasi pengawasan. Hal penting untuk diperbaiki memang peran pengawas ketenagakerjaan kita saat ini. Pengawan ketenagakerjaan adalah simpul paling lemah di hubungan industrial. Kerap kali terjadi pelanggaran hak normatif yang pada akhirnya sulit diselesaikan karena pengawas ketenagakerjaan tidak serius menjalankan tugasnya.

"Saya berharap Menaker mau mereformasi pengawas ketenagakerjaan dengan membentuk pengawas eksternal yang terdiri dari Tripartit (SP, Apindo dan Pemerintah) untuk mengawasi kinerja pengawas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia," kata Timboel.

"Jadi saya mengapresiasi "Sembilan lompatan" yang dibuat Kemnaker namun Sembilan lompatan tersebut belum serius dilaksanakan sehingga masih belum terlihat hasilnya. Saya berharap konsep ini dilanjutkan oleh Menteri Ketenagakerjaan yang baru dengan keseriusan yang berkualitas sehingga perbaikan ketenagakerjaan di Indonesia lebih baik lagi," tambah Timboel.

Harus diingat bahwa Indonesia akan mengalami mendapat bonus demografi pada 2030-2040. Pada masa ini jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Penduduk usia produktif diprediksi mencapai 205 juta dan 2 jutaan usia produktif masuk ke pasar kerja setiap tahun.

"Keberhasilan memanfaatkan bonus demografi akan tercermin pada peningkatan standar hidup penduduk, yang faktor penentunya adalah produktivitas," ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Ida menyebutkan, bonus demografi sedang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui peningkatan produktivitas pekerjanya. Produktivitas tercermin dari sikap mental dan etos kerja yang selalu berusaha melakukan perbaikan mutu kehidupan, melalui peningkatan efisiensi, efektivitas, dan kualitas untuk menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan.

Selain itu, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mewujud dalam sistem digitalisasi yang juga berimplikasi terhadap dunia ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil studi McKinsey, diperkirakan ada 23 juta pekerjaan akan hilang. Namun, juga diperkirakan sebanyak 27-46 juta pekerjaan baru yang akan tumbuh.

Dunia ketenagakerjaan memang terus bergerak dinamis. Perusahaan konsultan manajemen multinasional McKinsey melaporkan, 23 juta pekerjaan di Indonesia akan diambil alih robot dalam beberapa tahun ke depan atau pada 2030. Pada tahun itu 23 juta pekerjaan hilang, tetapi akan muncul 46 juta pekerjaan baru

Sekitar 23 juta pekerjaan diperkirakan akan diambil alih oleh robot pada 2030. Meski begitu, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir. Ketersediaan pekerjaan justru akan bertambah hingga 46 juta.

Pembangunan bidang ketenagakerjaan di suatu negara merupakan faktor kunci yang akan menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan. Demikian juga di Indonesia, seberat apapun kondisi ketenagakerjaan yang ada harus mampu ditangani dan dikelola dengan sebaik-baiknya agar tujuan pembangunan tercapai.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 139,85 juta orang atau 94,68 persen dari total sebanyak 147,71 juta orang Angkatan Kerja (AK) di Indonesia telah terserap ke dalam pasar kerja per Agustus 2023.

“Terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,55 juta orang sepanjang periode Agustus 2022- Agustus 2023,” ujar Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.

Dari 139,85 juta orang tersebut, sebanyak 96,39 juta orang bekerja secara penuh waktu, sebanyak 34,12 juta orang bekerja paruh waktu, dan sebanyak 9,34 juta orang setengah pengangguran atau bekerja kurang dari 35 jam dalam sepekan.

Kemudian, dari 139,89 juta orang, didominasi sebagai karyawan/ pegawai/buruh sebanyak 37,68 persen, sebanyak 23,03 persen berusaha sendiri, dan sebanyak 14,15 persen berusaha dibantu buruh tidak tetap. Lalu, sebanyak 12,93 persen pekerja keluarga/tidak dibayar, 5,27 persen pekerja bebas di nonpertanian, 3,73 persen pekerja bebas di pertanian, dan sebanyak 3,21 persen berusaha dibantu buruh tetap.

Amalia mengatakan porsi pekerja formal meningkat 0,20 persen year on year (yoy) menjadi 40,89 persen per Agustus 2023, dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 40,69 persen. Di sisi lain porsi pekerja informal turun menjadi sebesar 59,11 persen per Agustus 2023, dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 59,31 persen.

“Peningkatan proporsi pekerja formal mengindikasikan keadaan ketenagakerjaan yang terus membaik, meskipun proporsinya lebih kecil dibandingkan sebelum pandemi Covid-19,” ujar Amalia.

Baca Juga: Belanja Online Kebutuhan Lebaran dengan BRIVA, Simak 4 Langkah Cara Bayar BRIVA Melalui BRImo

Seiring dengan itu, jumlah pengangguran di Indonesia turun 580 ribu orang atau 0,54 persen (yoy) menjadi 7,86 juta orang per Agustus 2023, dibandingkan sebanyak 8,24 juta orang pada Agustus 2022.

Dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TBT) Indonesia per Agustus 2023 tercatat sebesar 5,32 persen. “Meskipun terus menurun, jumlah tingkat pengangguran masih relatif lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 atau Agustus 2019,” ujar Amalia

Pemerintah dalam hal ini Kemnaker yang mempunyai peran sentral, harus bisa mengatur dan menciptakan berbagai kebijakan yang kondusif. Sungguh tidak mudah menciptakan angkatan kerja bisa terserap secara optimal. Pada saat yang sama, pemerintah pun harus bisa mengatur upah yang berkeadilan, menekan angka pekerja anak, mengatur penempatan tenaga kerja, meningkatkan kemampuan pekerja, dll.

Kita harus yakin dan percaya bahwa jika semuanya dijalankan dengan serius dan saling mendukung maka akan mencapai hasil yang diharapkan. Adanya "Sembilan Lompatan Besar Kemnakar" diharapkan semakin mempermudah mengatasi kompleksitas ketenagakerjaan.***

Editor: Yedi Supriadi

Tags

Terkini

Terpopuler