INDRAMAYU Pernah Mengalami Kelaparan Terparah, Korban Tewas Terbanyak, Sejarah Pertanian Jawa Barat

16 Desember 2021, 16:59 WIB
Beria terjadinya bencana kelaparan di Indramayu pada April 1970 /suratkabar Trouw terbitan 2 April 1970 /Koninklijke Bibliotheek Belanda

DESKJABAR- Kabupaten Indramayu, Jawa Barat masih dikenal sebagai lumbung utama padi Provinsi Jawa Barat dalam sejarah lumbung pangan.

Namun dibalik suburnya lahan-lahan pertanian padi di Indramayu, sebenarnya pernah terjadi sejarah kelaparan parah yang dialami masyarakatnya dengan korban tewas terbanyak di Indonesia.

Kondisi kelaparan di Pulau Jawa pernah terjadi sejak zaman kolonial Belanda, dan berlanjut sering terjadi pasca kemerdekaan zaman Pemerintah Indonesia yaitu tahun 1962 dan 1970.

Bahkan, jumlah korban tewas karena kelaparan di Indramayu, saat itu jumlahnya terbanyak di Indonesia.

Baca Juga: Kisah Hantu Wanita Penghibur di Stasiun Jatibarang, Indramayu, Pria Konsumen Nyaris Pingsan

Berdasarkan data dikumpulkan DeskJabar.com dari arsip sejumlah surat kabar yang terdapat di Koninklijke Bibliotheek Belanda dan sejumlah sumber, kondisi kelaparan besar di Pulau Jawa terjadi pada dekade 1950-an, 1960-an, dan 1970-an terutama karena kemarau panjang dan serangan hama tikus.

Suratkabar Trouw terbitan 2 April 1970, memberitakan terjadinya bencana kelaparan di Indramayu.

Ada kesamaan, setiap terjadi kelaparan di Indramayu, adalah ketika bulan April, yaitu tahun 1970 dan 1962, serta tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kesenian Sandiwara Indramayu, Hiburan Khas Masyarakat Petani yang Masih Bertahan

Terjadinya kelaparan besar di Indramayu, diberitakan Gereformeerd Gezinsblad pada 17 April 1962 memberitakan, terdapat 60 orang meninggal karena kelaparan dan 9.000 orang menderita di Indramayu. 

Padahal, kata berita itu, Indramayu merupakan daerah produksi padi terkaya di Indonesia.

Kawasan pertanian padi di Indramayu, Jawa Barat Google Maps

Begitu pula Nieuwsblad van het Noorden, pada 17 April 1962 memberitakan pada kelaparan di seluruh Pulau Jawa saat itu, sebanyak 70 orang tewas, 16.000 orang dirawat akibat kelaparan di Indonesia.

Baca Juga: Kisah Pria Pemakan Batu Bata di Cirebon, Akibat Terkena Pengaruh Jin Nasab

Jika mengaku pemberitaan bahwa ada 60 orang tewas karena kelaparan di Indramayu, menunjukan mencapai 85 persen dari total 70 orang tewas karena kelaparan di Indonesia itu.

Berita itu menyebutkan, di Pulau Jawa saat itu sedang terjadi kelaparan parah, yaitu di Indramayu dan daerah Yogyakarta, tepatnya di Gunung Kidul.

Diberitakan, pengelola rumah sakit di Indramayu membuat sejumlah tempat penyimpanan beras, sebagai unsur penting menangani para pasien kelaparan itu.

Pejabat berwenang di pemerintah Indramayu, Dasuki mengatakan, kelaparan yang terjadi di ini merupakan yang hal ironis. Soalnya, Jawa Barat, khususnya Indramayu adalah lumbung pangan.

Baca Juga: Petugas POPT Jawa Barat Gunakan Drone untuk Asuransi Pertanian Melindungi Petani dari Perubahan Iklim

Kemarau panas terik yang panjang, kemudian berubah diikuti oleh hujan dahsyat dan banjir sehingga membuat sebagian besar tanaman padi setempat puso alias gagal panen pada tahun 1961.

Agaknya, peristiwa kelaparan parah yang dialami di Indramayu tersebut, juga tersirat dalam adegan awal film G30S/PKI yang diproduksi Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1984.

Dikisahkan, Urip anak kecil bersama ibunya, mengungsi dari Indramayu ke Jakarta, yang saat itu sedang terjadi konflik pangan dan munculnya PKI (Partai Komunis Indonesia).

Sementara itu, sejumlah warga senior asal Majalengka, diantaranya Ma Neni (90) tahun, sangat mengingat, bahwa ketika sedang terjadinya bencana kelaparan di Indramayu tahun 1962, sering terjadi penjarahan makanan di perbatasan Majalengka dan Indramayu sekitar rute Bantarwaru dan Ampel.

Baca Juga: SUMEDANG, Waspada Penampakan Mobil Gaib Ini Jika Anda Melintasi Cadas Pangeran di Malam Hari, Kisah Seram

Ia mengingat, penjarahan pangan terjadi, setiap kali ada truk pengangkut bantuan pangan mogok di jalur perbatasan Majalengka dan Indramayu itu.

“Bantuan beras atau pangan lain seperti singkong, dalam hitungan menit langsung ludes dijarah orang-orang kelaparan yang sudah menunggu di perbatasan,” kenang Ma Neni.

Bahkan, kenangnya pula, pada tahun-tahun tersebut, beras menjadi sangat berharga dibandingkan barang-barang. Banyak bisnis angkutan rute Kadipaten Majalengka ke Sumedang dan Bandung menerima ongkos dengan dibayar beras dibandingkan uang. ***

Editor: Sanny Abraham

Tags

Terkini

Terpopuler