Tukang Parkir, Usaha yang Tetap Berjaya di Masa Pandemi Covid-19

27 Agustus 2021, 08:57 WIB
tukang parkir dan peluit, usaha tetap berjaya pada masa pandemi Covid-19 /Kodar Solhat/DeskJabar

DESKJABAR – Pada saat pandemi Covid-19 dketahui banyak bisnis bertumbangan, baik yang bermodal besar sampai modal kecil pun dan memerlukan keahilan otak.

Usaha tukang parkir, tampaknya termasuk diantara usaha yang tetap berjaya pada saat hampir semua usaha bertumbangan akibat pandemi Covid-19.

Mengapa tidak, cukup dengan modal peluit, barang kecil berharga murah ini secara “ajaib”, uang pun berdatangan sendiri.

Priiittt…priitttt…begitulah bunyi peluit, sangat sering kita dengar saat kita akan menggerakan kendaraan meninggalkan tempat.

Baca Juga: Disinfektan Ampuh untuk Mencegah Covid-19 Produksi UPI Dibagikan di Jawa Barat dan DKI

Tak lama kemudian, ada orang menarik-narik sepeda motor atau berdiri dekat jendela mobil. Itulah dia, tukang parkir yang tetap berjaya usahanya walau saat pandemi Covid-19.

Karena sepertinya relatif tak begitu terkena badai pandemi Covid-19,  membuat usaha tukang parkir tetap berjaya.

Uang Rp 2.000 sampai belasan ribu rupiah pun diperoleh dari setiap pengendara yang parkir, dimana bisnis parkir dikelola pemerintah daerah dan perusahaan swasta pengelola resmi.

Para tukang parkir resmi, khususnya yang memang mengatur dan mengkondisikan kelancaran parkir, tentunya dirasakan membantu para pemilik kendaraan.

Baca Juga: UPI Membuat Disinfektan Ampuh untuk Menangani Covid-19, Segera Disebarkan di Bandung

Sebagai tukang parkir, umumnya menggunakan perangkat wajib, yaitu peluit, barang kecil yang nyaring bunyinya.

Dalam obrolan dengan salah seorang tukang parkir yang memakai rompi oranye di Jalan Cihapit Kota Bandung, Jumat, 27 Agustus 2021, menunjukan bahwa kini peluit yang digunakan atau yang umumnya dijual adalah berbahan plastik.

Soal harganya bervariasi, antara ribuan rupiah sampai belasan ribu rupiah. Namun tentu saja, modal kecil tersebut hasilnya maksi.

Ia pun mengingat, bahwa dahulu sampai sekitar tahun 1987-1988, peluit rata-rata berbahan kaleng, bahkan di dalamnya ada bola kecil yang membuat suaranya menjadi ada nadanya.

Tukang parkir tersebut mengingat, dahulu harga peluit berbahan kaleng sekitar Rp 4.000 per biji, dimana dengan bahan plastik kini ukuran tukang parkir adalah rata-rata Rp 15.000 per biji.

Baca Juga: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Bagikan Buah-buahan untuk Warga Sukawarna dan Leuwigajah

Namun saat dahulu, peluit dikenal sebagai alat serba guna, baik untuk upacara, wasit olahraga, dll. Namun kini, peluit lebih identik dengan alat memperoleh uang dengan menjadi tukang parkir.

Namun karena memperoleh uang dengan cara menjadi tukang parkir terkesan mudah, membuat menjamur para tukang parkir liar terindikasi premanisme.

Misalnya ada tukang parkir liar di Jalan Abdurahman Saleh Bandung, yang marah-marah karena tak diberi uang oleh beberapa orang pengendara sepeda motor yang baru saja selesai makan mie baso.

“Saya kan membeli lapak parkir ini dari dinas ini Rp 500 ribu sehari. Saya rugi kalau tak ada orang yang bayar,” gerutu tukang parkir liar tersebut.

Baca Juga: Tanaman Hias, Bisnis Kebahagiaan Simbol Kekayaan Sumber Daya Alam Jawa Barat

Pada salah satu gerai minimarket di sekitaran Karangsetra Bandung, tampak salah seorang tukang parkir liar menukarkan uang recehan pada pukul 11. 

Setelah dihitung oleh kasir gerai minimarket tersebut, uang ditukarkan adalah Rp 300.000-an.

Wajah wanita kasir minimarket tersebut tampak mengiri, karena ia tampaknya kalah penghasilan dengan tukang parkir liar itu.

Baca Juga: Kementerian Pertanian Mempermudah Investasi di Sektor Pertanian

Terkait fenomena tersebut, Kepala Dinas Satpol PP Provinsi Jawa Barat, M Ade Afriandi, mengatakan, memang yang belakangan ini terus bermunculan para tukang parkir liar dan “pak ogah” di berbagai kota dan kabupaten.

Diakuinya, bermunculannya para tukang parkir liar dan “pak ogah” membuat banyak pengguna jalan menjadi pusing dan jengkel.

Ia pun mengakui, banyak keluhan masyarakat karena merasa dipalak, dan terjadinya gangguan kelancaran lalu-lintas tertama di pergitaan jalan, tikungan, dan perputaran jalan.

Hanya saja, kata M Ade Afriandi, urusan penanganan bermunculannya para tukang parkir liar dan ‘pak ogah’ itu berada pada tingkat pemerintah kota dan kabupaten. ***

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler