Hutang Pemerintah Indonesia 7000 Triliun, Bunga Harus Dibayar Per Tahun 400 Triliun, Kenaikan BBM Ditunda

- 25 September 2022, 16:40 WIB
Dr. M Rizal Taufikurahman Head Of Center Of Macroeconomics and Finance, INDEF didepan peserta seminar ungkap hutang pemerintah Indonesia sebesar 70.000 triliun
Dr. M Rizal Taufikurahman Head Of Center Of Macroeconomics and Finance, INDEF didepan peserta seminar ungkap hutang pemerintah Indonesia sebesar 70.000 triliun /Budi S Ombik/

DESKJABAR - Hutang pemerintah Indonesia hingga tahun 2022 sebesar 7000 triliun. Dan setiap tahun di APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) harus membayar sebesar 400 triliun.

Hutang pemerintah Indonesia itu terungkap dalam seminar Implikasi Kebijakan Energi terhadap Kedaulatan dan Ketahanan Ekonomi yang diprakarsai Serikat Pekerja Pertamina Unit Pemasaran III di Hotel Jayakarta, Bandung.

Seminar sehari dengan tema Implikasi Kebijakan Energi terhadap Kedaulatan dan Ketahanan Ekonomi itu diikuti mahasiswa dan praktisi pertamina pada Minggu 25 September 2022.

Baca Juga: Mari Ketahui Tips Memilih Sprei yang Berkualitas Agar Tidur Anda Lebih Nyaman

Dalam seminar itu terungkap hutang luar negeri Indobesia mencapai 7000 triliun dan pembayaran setiap tahunnya mencapai 400 triliun.

Bahkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memiliki banyak pengaruh ke berbagai hal sendi kehidupan masyarakat negrri ini.

"Saya pernah mendesak pemerintah jangan dulu menaikan harga BBM," kata Dr. M Rizal Taufikurahman Head Of Center Of Macroeconomics and Finance, INDEF didepan peserta seminar.

Disebutkan, dari mana kita bisa membayar 400 triliun duit sebesar itu per tahunnya. Sedangkan hutang tersebut adalah hutang pemerintah bukan hutang negara.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Nikah Berapa Kali? Terungkap, Ini Penyebabnya hingga Bupati Anne Ratna Mustika Menggugat Cerai

Dan setiap tahun dibebani 20 persen dari APBN yang harus dibayar. Ini adalah berat sehingga untuk menanganinya itu harus menggeser fiscal, terutama beberapa belanja negara yang bisa difleksibelkan.

Kemudian, tambahnya, bisa memanfaatkan dari pendapatan negara atas penjualan komoditi barang strategis yang memang sekarang lagi will on frovit.

"Seperti dari batu bara pasarnya adalah Eropa. Kemudian nikel pasarnya adalah India dan China," tuturnya di sela sela seminar.

Disamping itu, imbuhnya adalah pasar besi dan baja plus minyak nabati dan hewani. Setidaknya, tambahnya, sektor itu bisa mendorong pembayaran hutang pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Beda Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi dan Anne Ratna Mustika sebagai Bupati Purwakarta, Wanita Pertama

Dari sisi APBN lanjutnya, uang kita kurang yaitu diangka 1000 triliun. Dari uang yang ada, jelasnya, dari 2400 triliun di APBN kita, yang dibutuhkan untuk mendrive kegiatan masih 900 triliun.

"Atau kemungkinan pemerintah ngutang lagi untuk menutupi kekurangan itu," jelasnya.

Tapi potensi hutang kita di tahun 2022 itu, kata Rizal, sebesar 900 triliun. Itu artinya, ada APBN kita mengalami kekurangan.

Ini mengisyaratkan bahwa pengeluaran lebih gede daripada penenerimaan. Dalam kondisi ini, tambahnya, pihaknya telah mendesak pemerintah agar tidak terburu buru menaikan harga BBM.

Baca Juga: Roadshow Catering Academy Keluar Kota Bandung, Pertama Digelar di Sumedang

"Kondisi ini sangat rentan karena apa, income masyarakat belum siap menghadapi kenaikan dan ini sangat sensitif," ucapnya.

Menurutnya, harapan kita dengan digelarnyanya seminar serupa atau yang lainnya ini adalah inflasinya naik dan pertumbuhan ekonomi pun naik.

Inflasi itu, jelasnya, adalah mendongkrak permintaan dan mendongkrak konsumsi. Dan kalau deflasi, artinya apa, pasti daya beli turun.

"Dengan sendirinya itu kan kualitas pertumbuhan ekonomi kita malah jadi turun pula," imbuhnya lagi.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Merana Usai Digugat Cerai Istri, Kini Lebih Banyak Habiskan Waktu Bareng Anak, Tulis Pesan Ini

Inflasi jika tidak dikendalikan, ungkapnya bisa menjalar kemana mana dan punya infect yang luas. Karena, tambahnya, ini akibat dari dorongan tadi di atas.

Di sini, lanjut Rizal, ada sentimen pasar, ada persepsi publik terhadap kenaikan hingga akhirnya agak goncang harga. Karena ini prilaku konsumen sehingga bisa mempengaruhi harga.

"Atau prilaku produsen ketika ada rencana naik meski belum naik inilah yang sensitif berpengaruh juga ke produsen," tuturnya.

Ini jelas akan mempengaruhi ketahanan pangan karena inflasi paling besar kontribusinya adalah basisnya ke pangan.

"Ini agak khawatir akibat kenaikan BBM yang nota bene punya dampak mempengaruhi harga harga komoditi, ini tidak langsung ujug ujug turun dan pemerintah tidak bisa menurunkannya," cetusnya.***

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x