Di Subang, Peluang Bisnis Kulit Buaya Gagal Termanfaatkan oleh Perhutani

18 Juni 2023, 13:00 WIB
Di Subang, Jawa Barat populasi buaya di kehutanan Kecamatan Blanakan, gagal dimanfaatkan sebagai peluang bisnis oleh Perum Perhutani. /dok Perum Perhutani

DESKJABAR – Populasi hewan buaya juga terdapat pada kehutanan di utara Kabupaten Subang, Jawa Barat, berupa penangkaran yang dikelola Perum Perhutani. Populasi hewan buaya di Subang itu, pernah direncanakan dijadikan peluang bisnis menjadi aneka produk kulit.

Beberapa tahun lalu, pihak Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten pernah gencar mengabarkan akan melakukan bisnis olahan kulit buaya. Produk-produk yang dibuat misalnya jaket kulit, sepatu kulit, tas kulit, topi kulit, dsb, yang semuanya berasal dari buaya di kehutanan Blanakan, Subang.

Pihak Perhutani pernah menyebutkan, ide bisnis produksi olahan kulit buaya Blanakan Subang, adalah memanfaatkan potensi bisnis barang-barang berkelas di dunia. Barang-barang dari kulit buaya termasuk mahal, dan para penggemarnya banyak.

 Baca Juga: Wisata Pantai Sukabumi dan Cianjur, Banyak Buaya Darat Secara Historis di Jalur Ini

Gambaran

Informasi diperoleh DeskJabar dari Perum Perhutani Jawa Barat-Banten, Jumat, 16 Juni 2023, setiap tahun, para buaya muara di Blanakan, Subang rata-rata menghasilkan sekitar 300-an butir telur. Berbagai telur itu terpaksa dipilah, agar tidak semuanya menetaskan menjadi buaya.

“Duh kalau semua telur buaya itu menetas, tidak terbayang muara di Blanakan Subang menjadi dipenuhi para buaya. Mereka mau makan dari mana ? Seharusnya bisa dimanfaatkan diolah jadi bisnis barang-barang berharga, agar populasi terkendali dan menjadikan untung bagi perusahaan,” ujar salah seorang personel Perhutani.

Pada sisi lain, Perhutani juga pernah mengabarkan, jika para buaya di Blanakan itu terus bertambah populasinya, akan merepotkan dalam hal pemberikan pakan. Sejauh ini, lokasi penangkaran buaya di Blanakan Subang, baru sebatas dijadikan wisata.

Baca Juga: ANEH TAPI NYATA: Seekor Buaya Mengantarkan Jasad Balita yang Menghilang Dua Hari ke Keluarganya

Wakil Adiministratur KPH Purwakarta, Harry Soediana, yang dikonfirmasi DeskJabar, baru-baru ini, membenarkan kabar bahwa bisnis produksi kulit buaya dari Blanakan, Subang itu belum dilakukan oleh Perhutani. Rencana bisnis itu memang pernah digaungkan oleh Perhutani pada beberapa tahun lalu.

Harry Soediana mengatakan tidak mengetahui penyebab mengapa bisnis produksi kulit buaya dari Blanakan, Subang itu belum jelas kelanjutannya. Kawasan Blanakan Subang dimana populasi para buaya itu terdapat, merupakan penangkaran kawasan kehutanan yang dikelola Perhutani KPH Purwakarta.

Jenis buaya di Blanakan

Sebagai catatan DeskJabar, pada tahun 2015 lalu, Perhutani pernah melirik peluang bisnis fashion berbahan baku kulit buaya. Sebab, mereka memiliki penangkaran buaya di Blanakan, Subang, dimana populasinya ketika itu sekitar 200 ekor.

Baca Juga: Mengenal Senjata Para Polisi Kehutanan alias Polhut, Ini Jenis-jenis Digunakan

Para buaya yang berada di kehutanan Perhutani di Blanakan Subang itu, merupakan jenis air asin alias buaya laut. Rencana pemanfaatan para buaya itu dijasikan barang-barang kulit, sekaligus sebagai pengendalian populasi hewan itu jangan sampai menjadi sangat banyak.

Pada tahun 2015 pula, ketika itu,  Kepala Biro Bisnis Wisata dan Agrisbis Perum Perhutani, Lies Bahunta, mengatakan, produk-produk berbahan kulit buaya tersebut berupa tas, dompet, ikat pinggang, dll. Produksinya dilakukan dengan menggunakan kulit buaya dari jenis, Crocodylus porosus yang biasa berkeliaran di muara, khususnya di Blanakan, Kabupaten Subang.

Disebutkan, rencana agroindustri produk fashion berbahan baku kulit buaya, diharapkan pula menghasilkan nilai tambah dan menguntungkan dari populasi buaya muara yang ditangkarkan oleh Perum Perhutani.

Ketika itu, Lies Bahunta menggambarkan, pada tahun 2015, produk-produk fashion berbahan baku kulit buaya tersebut minimal berharga Rp 400.000/buah dengan termahal Rp 40 juta/buah, baik dompet, ikat pinggang, tas kecil, tas ukuran sedang, dll. ***

 

   

 

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler