Alih Fungsi Lahan Tanpa Izin Jadi Penyebab Rusaknya Hutan Bambu Ciater Subang

24 Oktober 2023, 18:37 WIB
Suasana diskusi pencegahan alih fungsi lahan yang menyebabkan rusaknya sumber mata air di kawasan Ciater Subang. / dokumen Dandim 0605 /

DESKJABAR - Komandan Kodim 0605/Subang, Letkol Inf Bambang Raditya, M. Han mengundang sejumlah pihak guna melakukan diskusi dan menyerap informasi, terkait program konservasi hutan bambu di wilayah Ciater Kabupaten Subang, yang sedang berjalan saat ini.

Disebutkan, sebelum melakukan sosialisasi tahap ke-3, pihaknya mengajak seluruh elmen untuk duduk bersama, berdialog serta mendapat masukan terkait program konservasi hutan bambu ini.

Hal itu ditegaskan Dandim 0605/Subang, Letkol Inf Bambang Raditya, M. Han dalam Rapat Kordinasi Kegiatan Konservasi Hutan Bambu di Wilayah Kabupaten Subang.

Baca Juga: Sandiaga Uno: Pilpres 2024 Bisa Dijadikan Objek Wisata

Konservasi hutan bambu ini, kata Dandim, sangat penting mengingat sejumlah lahan yang menjadi sumber mata air bagi kawasan Ciater sudah terganggu.

“Kami secara khusus ditugaskan oleh Bupati Subang untuk mengecek sumber mata air di kawasan Ciater, karena beliua sendiri sudah merasakan mulai berkurangnya sumber mata air di Ciater," tutur Dandim.

Ditambahkannya, Kami (Kodam III/Siliwangi) sudah menjalin kerjasama dengan PTPN VIII terkait pembinaan territorial dalam pendayagunaan asset di wilayah kerja PTPN VIII.

Sumber Mata Air Mulai Berkurang

Di sisi lain, Charles dari BPKAD Subang menyebutkan dari 8 sumber mata air, hanya tersisa 1 saja, itupun letaknya di Blok Hutan Bambu Ciater .

"Persoalan tersebut setelah kami telusuri muncul karena adanya alih fungsi lahan dari hutan konservasi menjadi tanah garapan tanpa izin, jual beli lahan secara tidak sah dan berdirinya sejumlah Villa yang tidak berizin resmi khususnya kepada pemilik lahan yang sah, yakni PTPN VIII," kata Charles.

 

Dandim Tandaskan

Hal yang sama pun disampaikan Dandim bahwa itu tujuannya guna memberikan manfaat kepada masyarakat, pemilik atau pengelola lahan dan pemerintah daerah Kabupaten Subang.

Bukan hal mustahil, lanjutnya, saat daerah di sekitar wilayah konservasi rusak, maka potensi wisata air panas di kawasan Ciater pun akan terdampak imbasnya.

Padalah pemandian air panas Ciater ini sudah menjadi ikon bagi Pemerintah Kabupaten Subang.

Dengan jarak tempuh yang relatif cepat dari kota Bandung dan Jakarta, wisata air panas Ciater ini menjadi tujuan paforit wisatawan.

"Jadi kelestarian alam sebagai pendukungnya harus kita jaga bersama-sama, satu diantaranya dengan konservasi hutan bambu di wilayah Ciater Kabupaten Subang" ujarnya.

Konservasi hutan bambu di lahan PTPN VIII ini, tambah Dandim, bisa berjalan maksimal jika persoalan yang ada dilapangan seperti status kepemilikan lahannya jelas, sehingga potensi ekonomi yang timbul pun bisa terserap secara maksimal.

"Dalam sosialisasi sebelumnya, masyarakat asli setempat sangat mengerti dan memahani akan hal tersebut, justru memberikan dukungan penuh atas upaya konservasi dan pelestarian hutan bambu guna menyangkut kelangsungan hidup mereka," tambahnya lagi.

Ditandaskannya, sosialisasi ke-1 dan ke- 2 telah mengundang sejumlah pemilik Villa yang ada di Ciater. Meski diantara mereka tidak hadir, tapi para perwakilan, itu artinya informasi yang harus disampaikan tidak maksimal.

Baca Juga: 76 Kali Dipersekusi, YLHBI Minta Polisi Hentikan Kasus Rocky Gerung

 

PTPN VIII Ajukan Penerbitan HGU

Di sisi lain, terkait dengan kepemilikan lahan dari PTPN VIII wilayah Kabupaten Subang, Kakan ATR/BPN Kabupaten Subang, Andi Kadandio Alepuddin A. Ptnh., M.Si., mengatakan dari data yang ada memang HGU PTPN VIII sudah berakhir tahun 2002.

Diakuinya hingga saat ini itu sudah mengajukan untuk perpanjangan kembali.

"HGU PTPN VIII ini memang sudah habis masa berlakunya, dan sudah dilakukan proses permohonan perpanjangan namun belum selesai, sehingga hak prioritas akan diberikan kepada pemegang HGU awal," kata Andi.

Di dalam UU Pokok Agraria dijelaskan bahwa tanah HGU yang telah habis masa berlakunya akan diserahkan kepada pemerintah. Namun dalam hal ini kewenangan hak atas tanah masih berada pada PTPN VIII (jika sanggup mengelola dengan mengajukan perpanjangan) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang.

Peran Kodim 0605/Subang pun merupakan bagian dari Pemerintah sebagai Muspida Kabupaten Subang. Menurut Andi, apa yang telah dilakukan Kodam III/Siliwangi melalui Kodim 0605/Subang patut diberikan apresiasi, yang harus didukung oleh semua pihak.

Lahan konservasi hutan bambu Ciater seluas 42,83 hektar yang dimaksud saat ini telah dikerjasamakan oleh PTPN VIII kepada PT Mega Bumi Laksana (PT MBL), guna pemanfaatan agribisnis serta fasilitas pendukungnya.

Hal ini untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan konservasi. Pihak Legal PTPN VIII, Dayan Nasution menjelaskan, perjanjian kerjasama dengan PT MBL ini mengacu kepada Permen BUMN tentang pendayagunaan aset.

Bahwa setiap BUMN PTPN bisa mendayagunakan atau optimalkan lahan yang tidak atau kurang produktif dengan pihak ketiga atau swasta maupun BUMN lainnya.

Sebagaimana diatur dalam Permen BUMN nomor Per-2/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN.

Pertimbangan kerjasama ini pun menurut Dayan bertujuan untuk pengamanan lahan, terlebih muncul isu adanya dampak kerusakan alam dan lingkungan.

Kejaksaan, Kepolisian Dukung Upaya Konservasi Hutan Bambu Ciater

Mengenai Vila tanpa izin yang berdiri di atas lahan konservasi hutan bambu Ciater saat ini, perlu ditertibkan jika tidak memiliki legalitas yang kuat.

“Kami siap mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Kodim 0605/Subang terkait dengan penertiban bangunan tanpa izin di lahan tersebut," kata Akhmad Adi Sugiarto, SH. MH., Kasie Intel Kajari Subang.

Terlebih, lanjutnya, tanah atau lahan milik negara itu dikuasai oleh pihak lain, kita bisa langsung menggugat atau mengambil alih, karena aset negara adalah harta negara.

Baca Juga: Prof Suyitno Ungkap Role Model Hidup Damai dalam Heterogenitas

Dalam acara diskusi tersebut Polres Subang yang diwakili Satreskrim Unit Harda menjelaskan tentang kejahatan pertanahan yakni kejahatan yang dilakukan dan berhubungan dengan hak hak atas tanah.

Kejahatan pertanahan ditinjau dari segi waktu terjadinya, terbagi atas 3 yakni saat pra-perolehan, menguasai tanpa hak dan mengakui tanpa hak.

"Polri sebagai alat negara dalam bidang penegakkan hukum dan perlindungan serta pengayoman masyarakat wajib untuk memelihara tegaknya hukum yang adil di bidang pertanahan sehingga dapat menjamin kepastian kepemilikan hak atas tanah.***

Editor: Yedi Supriadi

Tags

Terkini

Terpopuler