Bisnis Kecil dan Supermarket Dunia Terancam Lumpuh Diserang Peretas

- 6 Juli 2021, 13:06 WIB
Sejumlah pengunjung berjalan di salah satu Mal di Jakarta, Senin (5/7/2021). Selama penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali pada 3-20 Juli, pemerintah mengijinkan beberapa gerai untuk beroperasi hingga pukul 20.00 WIB dengan pembatasan kategori seperti supermarket, swalayan, gerai makanan dan minuman, hingga restoran namun hanya melayani pesan antar dan dibungkus. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pras.
Sejumlah pengunjung berjalan di salah satu Mal di Jakarta, Senin (5/7/2021). Selama penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali pada 3-20 Juli, pemerintah mengijinkan beberapa gerai untuk beroperasi hingga pukul 20.00 WIB dengan pembatasan kategori seperti supermarket, swalayan, gerai makanan dan minuman, hingga restoran namun hanya melayani pesan antar dan dibungkus. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pras. /M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO

DESKJABAR - Sekitar 1.500 jenis bisnis di dunia terancam lumpuh diserang peretas ransomware yang kini terjadi.

Ada pun bisnis-bisnis yang diwaspadai diretas tersebut, terutama bisnis kecil dan supermarket. Peretasnya menyerang dengan sasaran mesin kasir dibuat tidak berfungsi secara internet.

Ada sebanyak 800 hingga 1.500 bisnis di seluruh dunia terdampak ransomware yang menyerang Kaseya, kata kepala eksekutif perusahaan teknologi informasi AS itu, Senin, 5 Juli 2021.

CEO Kesiya Fred Voccola, Selasa, 6 Juli 2021, dikutip Antara dari Reuters, mengatakan dalam sebuah wawancara, sulit untuk memperkirakan dampak yang tepat dari serangan pada Jumat itu karena mereka yang terkena sebagian besar merupakan pelanggan perusahaannya.

Baca Juga: Oksigen di Rumah Sakit Jabar Terjadi Kelangkaan, Inilah Siasat Ridwan Kamil Dalam Mengatasinya

Kaseya adalah pembuat perangkat lunak bagi para penyedia alih-daya TI, yaitu perusahaan yang menangani back-office perusahaan lain yang tidak memiliki atau kekurangan sumber daya teknologi sendiri.

Salah satu perangkat itu tumbang pada Jumat, memungkinkan peretas untuk melumpuhkan ratusan bisnis di lima benua.

Meski sebagian besar mereka yang terdampak adalah bisnis kecil, seperti klinik dokter gigi atau kantor akuntan, gangguan lebih terasa di Swedia, di mana ratusan supermarket harus tutup karena mesin kasir mereka tidak berfungsi, atau di Selandia Baru, di mana sekolah dan taman kanak-kanak tidak terhubung dengan internet.

Peretas yang mengaku bertanggung jawab atas peretasan tersebut telah menuntut $70 juta (sekitar Rp1 triliun lebih) untuk memulihkan semua data bisnis yang terdampak.

Baca Juga: Gereja Ortodoks Rusia Sebut Penolak Divaksin Covid-19 Sebagai Pendosa dan Harus Bertobat

Namun, mereka telah menunjukkan kesediaan untuk mengurangi tuntutan lewat percakapan pribadi dengan pakar keamanan siber dan kantor berita Reuters.

"Kami selalu siap untuk bernegosiasi," kata seorang perwakilan peretas kepada Reuters, Senin pagi.

Perwakilan, yang berbicara melalui antarmuka obrolan di situs web peretas, tidak mengungkap nama mereka.

Negosiasi

Voccola menolak untuk mengatakan apakah dia siap menerima tawaran para peretas.

Baca Juga: PPKM Darurat, Alhamdulillah Empat Stasiun Tambahan di Daop 3 Cirebon Bisa Layani Tes Antigen

"Saya tidak bisa berkomentar 'ya,' 'tidak', atau 'mungkin'," katanya saat ditanya apakah perusahaannya akan berbicara dengan peretas atau membayar tuntutan mereka.

"Tidak ada komentar tentang apa pun terkait negosiasi dengan teroris dalam cara apapun."

Voccola mengatakan dia telah berbicara dengan pejabat Gedung Putih, FBI, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri tentang peretasan itu, tetapi sejauh ini dia tidak mengetahui adanya bisnis penting nasional yang terpengaruh.

"Kami tidak melihat pada infrastruktur penting yang masif," katanya. "Itu bukan urusan kami. Kami tidak menjalankan jaringan AT&T atau sistem 911 Verizon. Tidak ada yang seperti itu."

Baca Juga: Semi Final Copa America 2021: Argentina Vs Kolombia, Head To Head, Prediksi Skor dan Susunan Pemain

Karena Kesiya sedang memperbaiki kerentanan dalam perangkat lunak yang dieksploitasi oleh peretas, sejumlah profesional keamanan informasi berspekulasi bahwa peretas mungkin telah memantau komunikasi perusahaan itu dari dalam.

Voccola mengatakan pihaknya dan para penyelidik tidak melihat tanda-tanda itu. "Kami tidak percaya mereka berada di jaringan kami," katanya.

Dia menambahkan bahwa rincian peretasan akan dipublikasikan "setelah 'aman' dan OK untuk dilakukan".

Sekitar selusin negara telah terdampak oleh peretasan tersebut, kata sebuah penelitian yang dilakukan perusahaan keamanan siber, ESET. ***

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: REUTERS Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah