Ekonom Apresiasi Stabilitas Cukai Rokok di 2025, Peringatkan Bahaya Lonjakan Tarif pada 2026

Tayang: 30 September 2024, 10:43 WIB
Penulis: Yedi Supriadi
Editor: Tim Desk Jabar
Cukai Rokok Stabil di 2025, Ekonom: Evaluasi Kebijakan Kemasan Polos untuk Hindari Rokok Ilegal
Cukai Rokok Stabil di 2025, Ekonom: Evaluasi Kebijakan Kemasan Polos untuk Hindari Rokok Ilegal // Canva/

DESKJABAR – Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menahan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan ekonom yang menilai langkah ini sebagai upaya melindungi industri tembakau dan tenaga kerjanya. Namun, para ekonom juga mengingatkan agar pemerintah tidak mengulang kebijakan lonjakan tarif di tahun berikutnya, sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun 2020.

Ekonom INDEF, Andry Satrio Nugroho, menyatakan bahwa kebijakan untuk tidak menaikkan cukai di 2025 adalah langkah positif. Namun, ia berharap pemerintah tidak mengambil langkah serupa dengan tahun 2020 ketika terjadi kenaikan cukai yang sangat besar setelah setahun tanpa kenaikan. "Pada 2019, tidak ada kenaikan cukai, tetapi di 2020 kenaikannya mencapai dua digit. Kami berharap pada 2026 tidak ada lonjakan tarif lagi. Jangan sampai kita mengulang apa yang terjadi di 2020 ketika sektor tembakau terkena kenaikan cukai yang signifikan," tegas Andry.

Ia menekankan bahwa stabilitas kebijakan sangat penting bagi industri tembakau, terutama dalam menghadapi fenomena downtrading, di mana konsumen cenderung beralih ke produk rokok yang lebih murah akibat tekanan kenaikan cukai. Andry menyatakan bahwa kebijakan cukai di tahun 2025 perlu memberi kesempatan bagi industri untuk beradaptasi dan mencegah fenomena downtrading semakin meluas.

Baca Juga: Pakar Hukum Ingatkan Kemenkes: Jangan Buat Aturan Diskriminatif di Masa Transisi Prabowo-Gibran

Di sisi lain, Andry mengingatkan adanya ancaman lain terhadap industri tembakau, yakni rencana Kementerian Kesehatan untuk menerapkan aturan kemasan rokok polos tanpa merek, yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes). Kebijakan ini, menurutnya, berisiko memperburuk fenomena downtrading dan memperbesar peredaran rokok ilegal. “Jika kemasan polos tanpa merek diterapkan, masyarakat hanya akan melihat dari sisi harga, sehingga konsumen dari golongan rokok premium akan beralih ke golongan lebih murah, dan dari situ bisa berlanjut ke rokok ilegal," jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesian Budget Center (IBC), Elizabeth Kusrini, menyampaikan pandangan serupa, bahwa keputusan untuk tidak menaikkan cukai rokok di tahun 2025 adalah langkah yang baik. Menurutnya, keputusan ini memberi ruang bagi industri untuk beradaptasi dengan tantangan ekonomi yang ada, termasuk fenomena downtrading. “Keputusan ini memberikan ruang bagi industri untuk beradaptasi dan membantu melindungi tenaga kerja yang bergantung pada sektor tembakau,” ungkap Elizabeth.

Elizabeth juga menyoroti risiko dari kebijakan kemasan polos tanpa merek. Menurutnya, aturan ini dapat mempersulit pengawasan terhadap produk rokok ilegal. "Kemasan polos akan menghilangkan pembeda antara produk legal dan ilegal, sehingga pengawasan menjadi lebih sulit. Akibatnya, peredaran rokok ilegal bisa meningkat dan ini mengancam penerimaan negara yang sangat bergantung pada cukai rokok," tambah Elizabeth.

Dengan situasi ini, para ekonom mendesak pemerintah untuk menjaga konsistensi kebijakan cukai di tahun 2026 dan menghindari lonjakan tarif yang drastis. Mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi rencana penerapan kemasan rokok polos tanpa merek untuk memastikan kebijakan tersebut tidak merugikan sektor tembakau dan tidak mengancam penerimaan negara.***


Tags

Terkini

Trending

Berita Pilgub