PP No. 28 Tahun 2024 Sisakan Tantangan Kesehatan Bayi, Keamanan Susu Formula Jadi Sorotan

Tayang: 26 September 2024, 19:25 WIB
Penulis: Yedi Supriadi
Editor: Tim Desk Jabar
iLUSTRASI : pemberian ASI eksklusif
iLUSTRASI : pemberian ASI eksklusif /

DESKJABAR – Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 menuai apresiasi dari publik karena dianggap mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Aturan baru ini memberikan jaminan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat serta mendorong penerapan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Namun, tantangan besar di sektor kesehatan bayi dan anak masih menyisakan kekhawatiran, terutama terkait dengan keamanan pemberian susu formula.

Baca Juga: Asiik, Naik KA Argo Parahyangan, KA Pangandaran dan 3 Kereta Ini Cuma Bayar 79 Persen

Menurut Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 merupakan langkah maju yang mempertegas kehadiran negara dalam menjamin kesehatan rakyat. “PP No. 28 Tahun 2024 menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata, aman, efisien, dan terjangkau. Namun, tantangan dalam implementasi peraturan ini tetap ada,” ungkap Piter dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/9/2024).

Piter menekankan bahwa meski PP No. 28 memberikan kepastian hukum, aturan ini masih menimbulkan potensi kebingungan di tengah masyarakat, khususnya dalam hal edukasi kesehatan dan dampaknya terhadap sektor ekonomi. “PP ini memang memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha di sektor kesehatan, tetapi di sisi lain, bisa menciptakan kebingungan di masyarakat terkait pemberian susu formula, khususnya bagi bayi usia 0-6 bulan,” tambahnya.

Pemberian ASI Eksklusif dan Peran Susu Formula

Salah satu sorotan dalam PP No. 28 Tahun 2024 adalah ketentuan yang menyatakan setiap bayi berhak memperoleh ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan, kecuali ada indikasi medis. Piter menegaskan bahwa pengecualian ini sudah sesuai dengan International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes (WHO Code), yang juga mengakui bahwa susu formula dapat menjadi pengganti ASI dalam kondisi medis tertentu.

“PP No. 28 Tahun 2024 menegaskan bahwa susu formula dapat digunakan ketika ASI eksklusif tidak dapat diberikan dan donor ASI tidak tersedia. Ini merupakan bentuk validasi bahwa susu formula aman bagi bayi,” ujar Piter.

Indonesia dianggap cukup berhasil dalam mengimplementasikan WHO Code terkait pengaturan perdagangan susu formula. Pada tahun 2020, pencapaian Indonesia mencapai 50% implementasi, lebih baik dibandingkan rata-rata kawasan Asia yang sebesar 41%, dan jauh di atas rata-rata global yang hanya 11%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan susu formula di Indonesia tetap berjalan dengan baik tanpa menghambat upaya pemberian ASI eksklusif.

Edukasi Nutrisi dan Tantangan Penurunan Stunting

Selain ASI eksklusif, tantangan lain yang dihadapi adalah angka prevalensi stunting yang masih tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meski angka pemberian ASI eksklusif meningkat dari 68,84% pada 2020 menjadi 73,9% pada 2023, penurunan prevalensi stunting berjalan lambat, hanya turun 0,1% dari 21,6% pada 2022 menjadi 21,5% pada 2023.

Piter Abdullah menekankan pentingnya penciptaan kondisi yang mendukung pemberian ASI eksklusif, seperti ruang laktasi di kantor dan ruang publik, serta akses informasi nutrisi bagi bayi. “Kita perlu mempercepat penurunan angka stunting. Salah satunya adalah dengan meningkatkan akses terhadap nutrisi dan produk-produk kesehatan bayi, termasuk susu formula yang aman,” jelasnya.

PHK dan Dampak pada Sektor Kesehatan

Di tengah tantangan stunting dan peningkatan proporsi tenaga kerja perempuan, Piter juga menyoroti perlunya menjaga kondisi regulasi yang kondusif bagi industri nutrisi, yang memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian nasional. Mengingat tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat, Piter mengingatkan agar pemerintah menjaga momentum positif untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat di tengah tantangan ekonomi.

Baca Juga: Asep Sopari Al Ayubi Awali Kampanye Pilkada Tasikmalaya dengan Silaturahmi ke Pesantren, Minta Restu Ulama

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, sebanyak 46 ribu pekerja di sektor manufaktur, terutama di industri tekstil dan garmen, terkena PHK sepanjang tahun 2024. “Di saat seperti ini, akses terhadap produk nutrisi dan informasi nutrisi yang benar semakin penting, terutama bagi bayi. Regulasi harus mendukung kesejahteraan masyarakat, bukan malah menciptakan hambatan,” pungkas Piter.

Dengan adanya PP No. 28 Tahun 2024, pemerintah diharapkan dapat terus menjaga keseimbangan antara mendorong pemberian ASI eksklusif dan menyediakan akses susu formula yang aman bagi bayi yang membutuhkan. Hal ini akan berperan penting dalam menurunkan angka stunting sekaligus mendukung perekonomian nasional melalui sektor nutrisi bayi dan anak.***


Tags

Terkini

Trending

Berita Pilgub