DESKJABAR – Nama Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sumatera Utara, Muhammad Lokot Nasution, disebut sebanyak 30 kali dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Nama Lokot muncul dalam sidang kasus dugaan suap pembangunan jalur rel kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dengan terdakwa Zulfikar Fahmi, Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera.
Baca Juga: Dugaan Suap Rp 8,5 Miliar, AMPG Minta KPK dan DKPP Periksa Ketua KPU dan Bawaslu Garut
Kasus ini mencuat setelah Zulfikar dinyatakan bersalah atas pemberian suap dalam proyek pembangunan tersebut. Namun, meski nama Lokot muncul dalam putusan, ia belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terkait hal ini, KPK masih menunggu laporan resmi yang dapat menjadi dasar untuk membuka penyelidikan lebih lanjut.
KPK Siap Usut Fakta Sidang
Menanggapi munculnya nama Lokot dalam persidangan, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa setiap fakta yang muncul di persidangan dapat dilaporkan secara resmi kepada pimpinan KPK. “Semua fakta yang terungkap di persidangan bisa dilaporkan melalui Laporan Pengembangan Penuntutan atau Laporan Hasil Persidangan. Nantinya, ini akan dibahas di Rapat Pimpinan untuk menentukan apakah diperlukan pengusutan baru,” ujar Tessa, Kamis (26/9/2024).
Saat ini, proses penyidikan terkait dugaan korupsi di lingkungan DJKA Kemenhub masih berlangsung. Meski demikian, KPK belum bisa memberikan detail teknis terkait penyidikan yang sedang berjalan. “Kami masih menunggu perkembangan lebih lanjut, dan publik juga diharapkan sabar menanti hasil penyidikan yang sedang dilakukan,” tambah Tessa.
Nama Lokot Disebut 30 Kali dalam Putusan
Berdasarkan Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Lokot Nasution yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Lampung disebut sebanyak 30 kali dalam putusan Pengadilan Tipikor Bandung terkait kasus korupsi pembangunan jalur rel kereta api di DJKA Kemenhub. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa (23/9/2024) dengan terdakwa Zulfikar Fahmi.
Lokot bersama beberapa pihak lainnya disebut menerima suap senilai Rp 9,3 miliar dari Zulfikar, yang diduga berlangsung selama periode Januari 2012 hingga April 2023. Namun, meski banyak nama disebut dalam putusan, Lokot dan beberapa penerima suap lainnya belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Zulfikar Sudah Divonis, Nasib Lokot Masih Menunggu
Zulfikar Fahmi, terdakwa utama dalam kasus ini, telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun sembilan bulan penjara. Vonis ini diberikan atas keterlibatannya dalam dugaan suap terkait proyek pembangunan jalur rel kereta api di DJKA Kemenhub. Namun, status Lokot dan beberapa nama lain yang disebut dalam putusan masih belum ditindaklanjuti secara hukum.
KPK sebelumnya telah memeriksa sejumlah saksi tambahan terkait perkara ini pada Jumat (20/9/2024), di antaranya adalah Staf Keuangan PT Dwifarita Fajarkharisma, Sukartoyo; Direktur, Sugeng Prabowo; dan Direktur PT Citra Diecona, Sanusi Surbakti. Pemeriksaan tambahan ini dilakukan untuk memperkuat bukti-bukti dalam kasus tersebut.