Hentikan Kegaduhan Sosial, Pemerintah Mutlak Harus Revisi Kamus Sejarah Indonesia

- 2 Mei 2021, 10:48 WIB
FGD - Apa dan mengapa pendiri NU tidak tercantum dalam Kamus Sejarah Indonesia.
FGD - Apa dan mengapa pendiri NU tidak tercantum dalam Kamus Sejarah Indonesia. /Istimewa/


DESKJABAR -
Revisi Kamus Sejarah Indonesia yang tidak mencantumkan pendiri Nahdlatul Ulama Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari menjadi keharusan. Pemerintah tidak cukup meminta maaf tapi di sisi lain tidak menunjukkan iktikad perbaikan dan membiarkan semuanya seolah tidak terjadi apa-apa.

Demikian benang merah yang mencuat pada Diskusi Virtual “Apa dan Mengapa Pendiri NU tidak Tercantum dalam Kamus Sejarah Indonesia” yang digelar Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan, dan Pendidikan Kedamaian (KPIPPK) LPPM Universitas Pendidikan Indonesia, Sabtu 1 Mei 2021.

Hadir sebagai narasumber Tokoh NU KH As’ad Said Ali, Ketua Dewan Guru Besar UPI Prof Dr Karim Suryadi, Dekan FPIPS UPI Dr Agus Mulyana, MHum, dan Guru Besar Sejarah Unpad Prof Dr Reiza Dienaputra, dengan moderator Sekretaris Perusahaan Pikiran Rakyat Erwin Kustiman. Diskusi dibuka Ketua LPPM UPI Prof Dr Dadang Sunendar didampingi Pusat Kajian Dan Pengembangan KPIPPK Dr Syaifullah.

Baca Juga: Budidaya Anggur Sedang Semarak Diminati Masyarakat Kota Bandung

Dalam paparannya, KH As’ad Said Ali menegaskan, polemik tidak tercantumnya nama pendiri NU pada Kamus Sejarah Indonesia harus diwaspadai semua kalangan sebagai bagian dari dekonstruksi sejarah. “Oleh karena itu, kita harus terus mengawal hal ini hingga dilakukan revisi secara menyeluruh pada penyusunannya,” ungkapnya.

Sementara itu, Karim Suryadi menegaskan, saat ini telah berlangsung kecenderungan politik sejarah menjadi politik wacana. “Jika sejarah dimaknai sebagai wasilan (perantara) peringatan masa lalu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang hidup kemudian, kemunculan kamus sejarah yang mengundang kegaduhan sosial telah gagal membawa misinya,” ujar guru besar komunikasi politik tersebut.

Karim menyatakan, kejadian ini menambah panjang daftar kegaduhan yang muncul karena ketidakcermatan, ketidakmatangan, dan ketidakutuhan menangani urusan kebangsaan yang amat kompleks dan sistemik. Heboh kamus sejarah muncul setelah Kemdikbud bikin gusar kalangan pendidik, akibat absennya Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam standar pendidikan nasional. Bahkan beberapa bulan belakangan, banyak kalangan tercengang melihat rumusan filosofi negara yang diperas-peras ke dalam anasir yang pernah diusulkan seseorang.

Baca Juga: KBRI Tashkent, Perkenalkan Budaya Sunda dan Bahasa Indonesia di Uzbekistan 

“Rentetan kegaduhan ini sulit dipercaya sebagai human error semata, namun seolah mengumumkan sendiri adanya skenario sistemik yang tengah beroperasi dalam model yang belum berterima dengan nalar dan keyakinan publik,” katanya menegaskan.

Tidak cukup maaf

Halaman:

Editor: Syamsul Bachri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x