DESKJABAR - Ryry Azhary, seorang penjual lumpia sederhana dari Bandung, kini menghadapi tuntutan berat di Pengadilan Negeri Bandung. Dalam persidangan yang berlangsung pada 24 September 2024, tim penasihat hukum Ryry yang terdiri dari delapan pengacara menyampaikan pledoi yang menegaskan bahwa Ryry hanya korban konspirasi. Kasus ini tidak hanya mengetuk hati, tetapi juga membuka mata publik tentang risiko yang bisa menjerat orang-orang tak bersalah.
Ryry Azhary, seorang ibu dan penjual lumpia dari Bandung, kini harus berjuang melawan tuntutan sembilan tahun penjara atas tuduhan terlibat dalam kepemilikan narkotika. Persidangan di Pengadilan Negeri Bandung menghadirkan pledoi dari delapan pengacaranya, yang menekankan bahwa Ryry adalah korban konspirasi dan bukan pelaku utama. Tim penasihat hukumnya yang terdiri dari Kristanto Widjaja, SH, Sandro Yosafat Geraldy Gultom, SH, Ridi Sofyan Supardi, SH, Herma Muhammad Hendrawan, SH, A. Pratama N. Aluwi, SH, Marco Van Basten Malau, SH, Muhammad Anggara Putra, SH, dan Rudolf Yoel Pardamaean, SH mengajukan pembelaan atas tuduhan tersebut, dengan tegas menyebut bahwa semua tuduhan tidak memiliki bukti kuat.
Ryry, yang dikenal sebagai pekerja keras dan ibu yang penuh kasih sayang, kini harus mempertaruhkan kebebasannya. Penasihat hukumnya menggambarkan bagaimana ia hanya terjebak dalam situasi yang salah, ketika ia diminta untuk membersihkan kontrakan kakaknya, Roby Sonjaya, yang sudah berada di bawah pengawasan kepolisian.
Kisah Seorang Ibu yang Tak Tahu Menahu
Ryry dikenal sebagai seorang ibu yang setiap hari berjualan lumpia di pasar tradisional. Rutinitasnya sederhana: pagi hari berangkat ke pasar dan sore hari kembali untuk merawat dua anaknya. Namun, pada suatu hari di bulan Maret 2024, hidupnya berubah drastis. Ryry yang berniat membantu kakaknya membersihkan kontrakan, justru berakhir dengan penangkapan oleh polisi dan tuduhan kepemilikan narkotika.
Menurut penasihat hukumnya, pada 23 Maret 2024, Ryry diminta datang ke kontrakan Roby untuk membersihkan sisa-sisa penggerebekan yang dilakukan polisi beberapa hari sebelumnya. Di bawah pengawasan tiga polisi, Ryry membersihkan kontrakan yang berantakan. Dua hari kemudian, saat ia diminta oleh pemilik kontrakan untuk mengosongkan barang-barang, ia ditangkap dengan tuduhan membawa narkotika.
Pledoi: Korban Konspirasi
Selama persidangan, tim penasihat hukum Ryry menekankan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan Ryry dalam kepemilikan narkotika. Tes urine yang dilakukan terhadap Ryry pun menunjukkan hasil negatif. Barang bukti berupa kantong kresek berisi sabu seberat 38,6871 gram ditemukan di tempat sampah, yang bukan dalam penguasaan langsung Ryry.
Kuasa hukum Ryry menyebut bahwa kontrakan Roby Sonjaya sudah berada di bawah pengawasan polisi sejak penggerebekan sebelumnya, dan semua tindakan yang dilakukan Ryry di kontrakan tersebut dilakukan atas perintah kepolisian. Tim hukum juga menegaskan bahwa Ryry tidak memiliki niat jahat atau hubungan langsung dengan narkotika yang ditemukan.
Harapan Akan Keadilan
Kisah Ryry mengundang simpati banyak orang. Seorang ibu yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya kini harus berhadapan dengan ancaman hukuman berat akibat sesuatu yang tak ia lakukan. Para penasihat hukum berharap bahwa Majelis Hakim dapat melihat fakta-fakta yang ada dan memberikan putusan yang adil bagi Ryry.
“Ryry hanyalah korban dalam kasus ini,” ungkap Marco Van Basten Malau, SH, salah satu pengacaranya. “Dia hanya berusaha membantu keluarganya dan tidak tahu-menahu tentang barang haram tersebut.”
Baca Juga: Terobosan Arsjad Rasjid Diapresiasi, Kadin Daerah Tegaskan Dukungan Penuh
Persidangan ini menjadi refleksi akan bagaimana seseorang yang tak bersalah dapat dengan mudah terjebak dalam situasi yang di luar kendalinya. Publik berharap bahwa sidang berikutnya akan membuka jalan bagi keadilan bagi Ryry Azhary, yang hanya ingin kembali kepada anak-anaknya dan melanjutkan hidupnya yang sederhana.***