Kuliah Umum PKPPWA UPI: Studi Maskulinitas Dalam Karya Klasik Islam untuk Keseteraan Gender

- 7 Mei 2021, 17:10 WIB
Kuliah umum PKPPWA UPI.
Kuliah umum PKPPWA UPI. /Istimewa/

Pandangan dan spasial

Sementara itu, dalam tuturannya Tutin Aryanti menegaskan, bahwa konsep ‘menurunkan atau menjaga pandangan’ bukan semata tindakan yang bersifat fisik. “Ia lebih bermakna politis. Kemudian, ketidaknampakan perempuan dalam ruang-ruang publik bermula dari konsep tentang aurat perempuan,” ujarnya.

Baca Juga: Saat Idul Fitri, Ketupat Kenapa Dipasangkan dengan Opor Ayam tidak Dibikin Kupat Tahu?

Kesimpulan selanjutnya adalah bahwa ketidakhadiran perempuan dan ruang-ruang fisik yang diperuntukkan khusus bagi mereka bermula dari tiga hal. “Bisa karena penyembunyian fisik, preferensi apa yang boleh dan tidak boleh dilihat, serta pembatasan akses,” kata Tutin.

Lebih jauh disampaikan, di seluruh dunia, pandangan dikendalikan melalui penataan ruang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan dalam rangka membangun perbedaan. Ruang diberi hierarki melalui apa yang diungkapkan dan apa yang tetap dibatasi untuk memberikan atau menolak akses fisik dan visual. “Dalam tradisi Islam, visi atau pandangan terhadap orang lain dikontrol dengan cermat dari tingkat individu hingga perkotaan. Islam menganjurkan pengendalian pandangan untuk menjaga kesucian hati,” katanya.

Dalam pemaparan tersebut, pandangan (gaze) dinilai sebagai konstruksi sosial yang melahirkan visibilitas dan invisibilitas perempuan di ruang publik Islam. Hal ini mengeksplorasi contoh pada kediaman pribadi, ruang terbuka publik, dan fasilitas umum seperti masjid. “Penguasaan pandangan dan visibilitas perempuan di ruang publik terkait erat dengan konsep aurat (bagian tubuh yang harus ditutupi), yang didefinisikan secara berbeda untuk perempuan dan laki-laki,” katanya.***

Halaman:

Editor: Syamsul Bachri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x