Mengantisipasi kondisi banyak gagal panen ketika puncak musim kemarau 2023, BMKG berupaya meningkatkan literasi dan pemahaman informasi iklim bagi petani dan penyuluh pertanian lapang.
Gambaran bisnis cabe
Wakil Ketua I Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jawa Barat, Muchlis Anwar, memberikan gambaran, bahwa untuk komoditas cabe, khusus cabe rawit, sejauh ini situasi harga di Pulau Jawa, terutama Jawa Barat dan DKI Jakarta, umumnya sering terpengaruh produksi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Disebutkan, jika di Jawa Tengah dan Jawa Timur produksi cabe rawit sedang banyak, maka pengaruhnya di Jawa Barat harga tidak tinggi. Sebab, pemasaran cabe rawit dari Jawa Timur dan Jawa Tengah kebanyakan ke Jawa Barat dan DKI Jakarta.
“Tetapi jika pada dua provinsi sebelah itu produksi cabe rawit sedang anjlok, maka harga di Jawa Barat yang tinggi. Lain halnya cabe merah, Jawa Barat lebih sebagai pengontrol harga karena sentranya justru Jawa Barat,” ujar Muchlis Anwar.
Sebagai gambaran, cabe rawit oleh orang Sunda disebut cengek, yaitu cabe ukuran kecil yang rasanya lebih pedas. Cabe rawit terbagi cabe rawit domba (ketika muda warna kuning) dan paling sering harganya terpengaruh situsi pasokan.
Ada juga cabe rawit biasa, atau disebut cengek gorengan atau cengek hijau, harganya cenderung stabil. Apalagi, tanaman cengek biasa lebih kuat menghadapi kondisi cuaca ekstrem.
Untuk cabe merah, yang tanjung dimana Jawa Barat pemasok utama, diketahui paling rentan fluktuasi harganya. Sebab, cabe merah tanjung paling banyak dikonsumsi di Jawa Barat, tetapi tidak seawet cabe tw dan cabe keriting. ***